“Kisah nyata yang diambil dari pengalaman pribadi,
mengetahui apa makna dibalik sebuah kata cinta. Mengharukan, dan berakhir tak
seperti yang diharapkan. Hanya tersisa luka dan kenangan seperti daun yang
jatuh berguguran.”
Kriiiiing
kriiiiiiing... bel tanda masuk sekolah berbunyi nyaring. Akupun berlari
memasuki ruangan kelas karena sedikit terlambat. “tok tok, Assalamu’alaikum”
kataku sambil kelelahan berlari. “wa’alaikumsalam” jawaban teman-teman serta
pemateri pagi itu. Aku duduk di barisan kedua dari depan, saat aku menatap
wajah pemateri itu hatiku berdebar sangat kencang, mata ini seolah-olah tak
ingin memandang yang lain. “Sungguh
manis pemateri itu, lelaki terindah yang pernah ku temui, sosok yang aku
inginkan dan kubutuhkan.” Perkataan yang tersirat dalam benakku. Setelah
selesai menyampaikan materi, dia pun bergegas pergi dari kelasku. Bahagia dan
senang semua bercampur menjadi satu. Aku lekas mencari tahu siapa dia, kelas
berapa, dan apa statusnya. Memang sedikit lebay tapi itu yang aku rasakan. Aku
bertanya pada temanku siapa namanya, ternyata namanya adalah Putra
*disamarkan*. Anak kelas 12 IPA dan dia belum mempunyai pacar. Senang sekali
saat aku tau bahwa Putra belum punya pacar. Cinta.. kata orang aku jatuh cinta
padanya, cinta sampai tergila-gila haha.
Rasa
kagum itu lama-lama berubah menjadi cinta, setiap adzan dzuhur tiba aku setia
menunggu di depan kelas hanya agar dapat melihat Putra walau hanya sebentar.
Manis, lumayan tinggi, inovatif, soleh, rambutnya berjambul, dan satu hal lagi
yang sangat aku ingat yaitu jaket merah yang selalu tergantung pada tasnya saat
dia pulang. Karena Putra aku menyukai warna merah, karena Putra aku rajin pergi
ke mesjid, pokoknya semua karena Putra. Aku bisa menjadi wanita yang lebih baik
pun karena Putra juga, aku berubah hanya untuk lebih dekat dengan Putra. Semua
karena Putra, sosok laki-laki yang selalu aku banggakan. Hari itu hari rabu,
ketika pulang sekolah aku tak sengaja naik angkutan umum yang ternyata
didalamnya ada Putra. Senang sekali, ingin aku teriak pada dunia dan mengatakan
bahwa aku pulang bareng Putra. Di angkot aku berusaha terlihat baik, manis, dan
anggun. Saat teman-teman Putra turun, tiba-tiba Putra pindah dan duduk
disebelahku, dia membuat aku melayang hari itu. Kami turun ditempat yang sama,
kami sama-sama memakai jaket merah hari itu. “andaikan jaket merah ini tanda
keserasian kita” pikirku dalam hati. Dia tiba-tiba berada di sebelah kananku
dan meyebrang bersamaku sambil mengangkat tangannya untuk menghentikan mobil
yang melintas.
Kami
pun naik angkot yang sama lagi. Tapi sayangnya aku turun terlebih dahulu, jadi
aku tak tau dimana rumah Putra. “duluan a, Assalamu’alaikum” pamitku padanya.
“oia de, Wa’alaikumsalam” jawaban ramahnya padaku. Sepanjang jalan aku
tersenyum, mengingat kejadian sore itu. Sekian lama aku mengagumi dan
mencintainya, tapi.. saat tak terduga itu pun muncul. Saat pulang sekolah juga
aku melihat Putra yang membonceng seorang wanita di motornya. Sakit, kecewa,
hancur, remuk, semua kekesalan menjadi satu saat melihat kejadian itu. Sosok
yang aku kagumi, yang aku segani karena kesolehannya ternyata seperti ini. “aku
benci mengenal Putra jika akhirnya seperti ini” ucap dalam hatiku. Aku berusaha
move on dari Putra tapi tak bisa. Mencoba berpaling darinya rasanya berat
sekali. Aku pun bertanya-tanya mengapa Putra seperti ini ? sosok yang selalu
aku banggakan di depan teman-temanku. Hal yang paling berat yaitu saat aku
melihat lelaki lain menggantungkan jaket merah seperti Putra. Selalu aku ingat
pada Putra lagi saat melihat jaket merah yang tergantung pada tas lelaki.
Sampai
ada teman seangkatan Putra yang dekat dengan aku pun tak bisa membuat aku jatuh
cinta padanya. Namanya Fasha *disamarkan* sudah setahun kini aku mengenal dan
dekat dengan Fasha, tapi itu tidak membuatku jatuh cinta padanya meskipun dia
baik, lebih ganteng dari Putra, pokoknya waw deh tapi itu semua tidak membuat
aku jatuh hati. Mungkin melupakan seseorang lebih berat daripada dulu pada saat
mencintainya. Saat aku mencoba menjauhi Putra, dia tiba-tiba muncul lagi dalam
hidupku. Putra lebih mendekatiku, tapi aku tak merespek tindakan Putra
tersebut. Aku lebih cuek dan dingin padanya. Saat aku dan Putra ada ditempat
yang sama pun aku tak menyapa nya, apalagi berpamitan seperti saat dulu aku
turun dari angkot. Begitu lama aku bersikap seperti itu pada Putra membuat
Putra kembali jauh dariku. Pada saat bulan desember tiba, tepatnya saat dia
berulang tahun yang ke 18 tahun, aku tak mengucapkan apapun. aku melewatkan
hari ulang tahunnya karena aku lupa dia berulang tahun hari itu.
Setelah waktu berlalu, aku sibuk dengan usahaku
melupakan Putra. Ternyata Putra telah bersama wanita lain, Putra kini selalu
ada untuk wanita itu. Aku menyesal mengapa aku tak pernah mendengar kata-kata
temanku yang memberi tahu bahwa aku harus coba mendekati Putra jika aku
menyukainya. Tapi aku tak pernah mau, dan penyesalan itu kini tak ada gunanya. Hari-hari
yang aku lalui bersama Putra hanya kenangan bagiku, and I go back to December all the time tapi walaupun aku tak
bersama Putra aku yakin bahwa bahagia aku jika melihat Putra bahagia. Itulah arti
cinta yang aku pahami selama aku belajar melupakan Putra. Dan ternyata cinta
yang aku rasakanpun salah, cinta ini buta. Aku melakukan semuanya hanya untuk
Putra padahal seharusnya aku melakukan kebaikan ini bukan karena Putra tapi
karena Allah SWT. ^^
0 komentar:
Posting Komentar